Sabtu, 24 Mei 2014

Profesi dan Profesionalisasi Keguruan



Profesi dan Profesionalisasi Keguruan
            Guru sebagai profesi perlu diiringi dengan pemberlakuan aturan profesi keguruan, sehingga akan ada keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi seseorang yang berprofesi guru, antara lain: Indonesia memerlukan guru yang bukan hanya disebut guru, melainkan guru yang profesional terhadap profesinya sebagai guru. Aturan profesi keguruan berasal dari dua kata dasar profesi dan bidang spesifik guru/keguruan.
            Secara logik, setiap usaha pengembangan profesi (professionalization) harus bertolak dari konstruk profesi, untuk kemudian bergerak ke arah substansi spesifik bidangnya. Diletakkan dalam konteks pengembangan profesionalisme keguruan, maka setiap pembahasan konstruk profesi harus diikuti dengan penemukenalan muatan spesifik bidang keguruan. Lebih khusus lagi, penemukenalan muatan didasarkan pada khalayak sasaran profesi tersebut. Karena itu, pengembangan profesionalisme guru sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah akan menyentuh persoalan: (1) sosok profesional secara umum, (2) sosok profesional guru secara umum, dan (3) sosok profesional guru sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Bagaimana dengan pekerjaan keguruan?
Tak diragukan, guru merupakan pekerjaan dan sudah menjadi sumber penghasilan bagi begitu banyak orang, serta memerlukan keahlian berstandar mutu atau norma tertentu. Secara teoretik, ini sejalan dengan syarat pertama profesi menurut Ritzer (1972), yakni pengetahuan teoretik (theoretical knowledge). Guru memang bukan sekedar pekerjaan atau mata pencaharian yang membutuhkan ketrampilan teknis, tetapi juga pengetahuan teoretik. Sekedar contoh, siapa pun bisa trampil melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK), tetapi hanya seorang dokter yang bisa mengakui dan diakui memiliki pemahaman teoretik tentang kesehatan dan penyakit manusia.
Pun demikian dengan pekerjaan keguruan. Siapa saja bisa trampil mengajar orang lain, tetapi hanya mereka yang berbekal pendidikan profesional keguruan yang bisa menegaskan dirinya memiliki pemahaman teoretik bidang keahlian kependidikan. Kualifikasi pendidikan ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan formal bidang dan jenjang tertentu.
            Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi pedagogik menunjuk pada kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian menunjuk pada kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional menunjuk pada kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menunjuk kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[4]
Tampaknya, Kendati syarat kualifikasi pendidikan terpenuhi, tak berarti dengan sendirinya seseorang bisa bekerja profesional, sebab juga harus ada cukup bukti bahwa dia memiliki keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu. Karena itu, belakangan ditetapkan bahwa sertifikasi pendidik merupakan pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Syarat kedua profesi adalah pemberlakuan pelatihan dan praktik yang diatur secara mandiri (self-regulated training and practice). Kalau kebanyakan orang bekerja di bawah pengawasan ketat atasan, tak demikian dengan profesi. Pekerjaan profesional menikmati derajat otonomi tinggi, yang bahkan cenderung bekerja secara mandiri. Sejumlah pelatihan profesional masih diperlukan dan diselenggarakan oleh asosiasi profesi. Gelar formal dan berbagai bentuk sertifikasi dipersyaratkan untuk berpraktik profesional. Bahkan, pada sejumlah profesi yang cukup mapan, lobi-lobi politik asosiasi profesi ini bisa memberikan saksi hukum terhadap mereka yang melakukan praktik tanpa sertifikasi terkait.
Bila tolak-ukur ini dikenakan pada pekerjaan keguruan, jelas kemantapan guru sebagai profesi belum sampai tahapan ini. Banyak guru masih bekerja dalam pengawasan ketat para atasan serta tidak memiliki derajat otonomi dan kemandirian sebagaimana layaknya profesi. Pun nyaris tanpa sanksi bagi siapa saja yang berpraktik keguruan meskipun tanpa sertifikasi kependidikan. Sistem konvensional teramat jelas tidak mendukung pemantapan profesi keguruan. Keputusan penilaian seorang guru bidang studi, misalnya, sama sekali tidak bersifat final karena untuk menentukan kelulusan, atau kenaikan kelas, masih ada rapat dewan guru. Tak jarang, dalam rapat demikian, seorang guru bidang studi harus “mengubah” nilai yang telah ditetapkan agar sesuai dengan keputusan rapat dewan guru.
Dalam konteks otoritas profesional tersebut, tampak berbeda antara otonomi profesi dosen dengan otonomi profesi guru. Dengan sistem kredit semester, seorang dosen bisa membuat keputusan profesional secara mandiri dan bertanggung-jawab. Keputusan seorang dosen profesional memiliki bobot mengikat sebagaimana keputusan seorang dokter untuk memberikan atau tidak memberikan obat tertentu. Tak sesiapa pun, termasuk Ketua Jurusan, Dekan, dan bahkan Rektor, yang bisa melakukan intervensi langsung terhadap penilaian yang telah dilakukan oleh seorang dosen terhadap mahasiswanya. Tentu saja, di balik otoritas demikian, juga dituntut adanya tanggung-jawab dan keberanian moral seorang tenaga profesional.
Guru bukan pedagang. Itu jelas, karena seorang pedagang yang baik hanya punya satu dorongan, yaitu memuaskan pelanggan agar mendapatkan keuntungan bagi dirinya. Prinsip pembeli adalah raja, tidak berlaku dalam pekerjaan profesional keguruan. Ini terkait dengan syarat profesi ketiga, yaitu: kewenangan atas klien (authority over clients).
Karena memiliki pendidikan formal dan nonformal ekstensif, para profesional mengakui dan diakui memilik pengetahuan yang tak sesiapa pun di luar profesi yang bersangkutan dapat memahami secara penuh pengetahuan tersebut. Karena pengakuan demikian, maka seorang profesional melakukan sendiri proses asesmen kebutuhan, diagnosis masalah, hingga pengambilan tindakan yang diperlukan beserta tanggung-jawab moral dan hukumnya. Seperti seorang dokter yang tidak bisa didikte oleh seorang pasien untuk memberikan jenis perlakuan dan obat apa, demikian pula tak seorang peserta didik atau bahkan orangtua mereka yang berhak mendikte materi, metode dan penilaian seorang guru.
Guru profesional tidak boleh terombang-ambing oleh selera masyarakat, karena tugas guru membantu dan membuat peserta didik belajar. Perlu diingat, seorang guru atau dosen memang tidak diharamkan untuk menyenangkan peserta didik dan mungkin orangtua mereka. Namun demikian, tetap harus diingat bahwa tugas profesional seorang pendidik adalah membantu peserta didik belajar (to help the others learn), yang bahkan terlepas dari persoalan apakah mereka suka atau tidak suka.
Syarat terakhir, pekerjaan profesional juga ditandai oleh orientasinya yang lebih kepada masyarakat daripada kepada pamrih pribadi (community rather than self-interest orientation). Pekerjaan profesional juga dicirikan oleh semangat pengutamaan orang lain (altruism) dan kemanfaatan bagi seluruh masyarakat ketimbang dorongan untuk memperkaya diri pribadi. Walaupun secara praktik boleh saja menikmati penghasilan tinggi, bobot cinta altruistik profesi memungkinkan diperolehnya pula prestise sosial tinggi.
Adapun karakteristik profesional minimum guru, berdasarkan sintesis temuan-temuan penelitian, telah dikenal karakteristik profesional minimum seorang guru, yaitu: (1) mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) menguasai secara mendalam bahan belajar atau mata pelajaran serta cara pembelajarannya, (3) bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, dan (5) menjadi partisipan aktif masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.[5]
Secara substantif, sejumlah karakteristik tersebut sudah terakomodasi dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Beberapa di antaranya adalah: (1) menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, (2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu, (4) menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik, (5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik, dan (6) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
Mencermati sejumlah materi sajian dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan guru dalam jabatan ini, tampak jelas bahwa penekanan yang diberikan pada aspek kompetensi, sedangkan aspek-aspek lain dari penguatan profesi belum cukup tampak dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan ini. Karena itu, saya berharap agar sejumlah aspek yang masih tercecer bisa diagendakan di luar kurikulum tertulis (written curriculum), agar sosok profesional guru madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar yang dihasilkan merupakan sosok profesional yang utuh.
Akhirnya, memang masih cukup panjang dan berliku jalan untuk menegakkan profesi keguruan. Selain keharusan untuk menuntaskan persyaratan kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi, masih ada tantangan yang lebih berdimensi legal dan moral. Namun demikian, satu atau dua langkah sudah berhasil dilakukan. Kalau dari perspektif kemauan politik sudah pengakuan terhadap profesi guru dan dosen sudah diundangkan, maka dari perspektif guru sendiri juga harus ada usaha untuk senantiasa memantapkan profesinya.
Kalau transformasi organisasi profesi berhasil dilakukan, maka letak kendali (locus of control) profesi keguruan, seperti kewenangan sertifikasi, evaluasi dan pemberian sanksi, juga bergeser dari ranah politik pemerintah ke ranah profesi keguruan. Karena pergeseran letak kendali dari pemerintah ke organisasi profesi menyangkut kewenangan dan sumberdaya untuk sertifikasi, akreditasi, dan evaluasi, maka persoalan menjadi sangat berdimensi politik serta sarat dengan konflik kepentingan.
Dari perspektif struktur kekuasaan, mungkinkah para pejabat birokrasi pendidikan yang masih berkecenderungan senantiasa memperluas bidang kekuasaan, merelakan terjadinya redefinisi kekuasaan menjadi lebih terbatas? Atau, bisakah watak birokrasi pendidikan kita yang senantiasa ingin memusatkan kekuasaan pada sekelompok kecil orang, diubah agar terjadi redistribusi kekuasaan kepada masyarakat sipil seperti organisasi profesi keguruan?
Dari perspektif kultur masyarakat, bisakah kita mengubah mentalitas masyarakat berorientasi serba-negara (state-oriented society) ini menjadi masyarakat yang berorientasi pada jasa nyata dan prestasi (merit and achievement-oriented society)? Beranikah para guru mengambil-alih kembali (reclaiming) sebagian kewenangan yang sudah cukup lama kita serahkan kepada negara dan atau pemerintah?
Bila jawaban positif kita berikan, maka sudah saatnya kita menyiapkan kata perpisahan kepada sertifikasi, akreditasi, dan evaluasi oleh pemerintah. Sudah saatnya organisasi profesi keguruan melakukan sertifikasi profesi keguruan. Sudah saatnya akreditasi sekolah dan perguruan tinggi dilakukan oleh lembaga independen. Sudah saatnya pula pelaksanaan dan keputusan hasil evaluasi peserta didik dilakukan oleh para pendidik profesional.
[1]Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
[2]Sakban Rosidi, Sistem Kredit dan Profesionalisasi Keguruan, Surya, 13 Maret 2007.
[3]Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
[4]Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
[5]Supriadi, D. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998.

PENINGKATAN ASPEK-ASPEK KOMPETENSI GURU



                            PENINGKATAN ASPEK-ASPEK KOMPETENSI GURU
Dalam bidang keguruan, kompetensi mengajar dapat di katakan kemamuan dasar yang mengimplikasikan apa yang seharusnya di laksanakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Seorang guru, senantiasa di tuntun untuk mengembangkan pribadi dan profesinya secara terus menerus, juga di tuntut mampu dan siap berperan secara profesional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Kinerja guru mempunyai spesifikasi/keriteria tertentu, kinerja guru dapat di lihat dan di ukur berdasarkan  spesifikasi/keriteria  kompetensi yang harus di miliki oleh setiap guru. Oleh karena itu, seorang  guru harus mampu mengembangkan  aspek-aspek kompetensi bagi dirinya, di antaranya adalah sebagai berikut:
A.    Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Pedagogik yaitu kemampuan yang harus di miliki guru berkenaan dengan karakteristik siswa di lihat dari berbagai aspek seperti moral, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena siswa memiliki karakter, dan sifat yang berbeda-beda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan masing-masing dan di sesuaikan dengan kebutuhan lokal. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk meng-aktualisasikan kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan kegiatan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang di amati, yaitu;
ü  Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dan aspek fisik, moral, sosial, dan emosional.
ü  Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
ü  Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang di ampu.
ü  Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
ü  Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
ü  Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk meng-aktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
ü  Berkomunikasi secara efektif, empati, dan santun terhadap peserta didik.
ü  Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

B.     Kompetensi Kepribadian
Memiliki sikap kepribadian yang mantap atau matang sehingga mampu berfungsi sebagai tokoh identitas bagi siswa, serta dapat menjadi panutan bagi siswa dan masyarakatnya. Pelaksanaan tugas sebagai guru harus di dukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang di percayakan kepadanya untuk mempersiapkan generasi kualitas masa depan bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang di hadapi dalam pelaksanaan tugasnya harus tetap tegar dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru. Pendidikan adalah proses yang di rencanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik harus mampu mempengaruhi ke arah proses itu sesuai denagan tata nilai yang di anggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mmpengaruhi perilaku etik siswa sebagai pribadi dan sebagai anggota nasyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan menghasilkan sikap, mental, watak dan kepribadian siswa yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan siswanya tentang ddisiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertip, belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugasdan kewajibannya. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah :
ü  Bertindak dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebuidayaan nasional indonesia.
ü  Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
ü  Menampilkan ddiri sebaggai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arie, dan berwibawa.
ü  Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
ü  menjunjung tinggi kode etik prestasi guru.



C.    Kompetensi Profesional
Kompetensi profesial yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran,unruk it guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalau meng-update, dan mengetahui meteri pembelajaran. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi nelalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet , selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan. Kompetensi atau kemampuan kepribadian yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenan dengan aspek:
ü  Dalam penyampaian pembelajaran, gurumempunyai peranan dan tugas sebagai suber materi yang tidak perna kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan mengajarnya harus disambut oleh siswa sebagai suatu seni pengelolaan proses pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak perna putus.
ü  Dalam melaksanakan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu di ciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar sambil bermain sesuai kontek materinya.
ü  Di dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metode sebagai ilmu keguruan. Misalnya bagaimana memerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi dan prinsip-prinsip lainnya.
ü  Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktek, guru harus melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin di ukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat. Di harapkan guru dapat menyusun butir secara benar, agar tes yang di gunakan dapat memotivasi siswa belajar.

Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran dapat di amati dari aspek-aspek sebagai berikut;
ü  Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang di ampu.
ü  Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang di ampu.
ü  Mengembangkan materi yang di ampu secara kreatif.
ü  Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
ü  Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

Guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam mata pelajaran yang di ajarkan, serta menguasai metodologi pengajaran, baik teoritis maupun parktis. Kompetensi profesi guru di indonesia yang di kenal dengan istilah 10 kompetensi guru adalah sebagai berikut:
ü  Menguasai bahan dalam bentuk bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman / aplikasi bidang studi.
ü  Mengelola program belajar – mengajar dalam bentuk merumuskan tujuan istruksional, mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar, memilih dan menyusun prosedur istruksional yang tepat, melaksanakan program belajar – mengajar, mengenal kemampuan anak didik, serta merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
ü  Mengelola kelas dalam bentuk mengatur tata ruang kelas untuk mengajar, menciptakan iklim belajar – mengajar yang serasi.
ü  Menggunakan media / sumber, dalam bentuk mengenal, memilih, dan menggunakan media; membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar – mengajar; mengembangkan laboratorium; menggunakan perpustakaan dalam proses belajar – mengajar.
ü  Menguasai landasan-landasan kependidikan.
ü  Mengelola interaksi belajar-mengajar.
ü  Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
ü  Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah.
ü  Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dalam bentuk mengenal fungsi dan program administrasi sekolah, serta menyelenggarakan administrasi sekolah, dan
ü  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

D.    Kompetensi Sosial
Mampu membangun komunikasi yang efektif dengan lingkungan sekitarnya, termasuk denga para siswa, atasan, pegawai sekolah, dan dengan masyarakat luas. Guru dimata masyarakat dan siswa merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupakan suritauladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan dimilikinya kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolh dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua siswa, ppara guru tidak akan mendapat kesulitan. Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berklonikasi, bekerja sama, bergaul simppatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kinerja-kinerja guru yang harus dilaksanakan adalah:
ü  Bertindak objektif serta tidak diskrimatif karena pertimbangan jemis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
ü  Berkomonikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
ü  Beradaptasi ditempat bertugas diseluruh wilayah rerublik indonesia yang memiliki keragaman sosial.
ü  Berkonikasi dengan komonitas profesi sendiri dan profesi laen secara lisan dan tulisan dalam bentuk lain.

                                            

Urgensi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan diperguruan tinggi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Begitu banyak permasalahan yang sedang bangsa kita hadapi, mulai dari yang sepeles amapi ke persoalan yang vital. Salah satunya adalah masalah pendidikan dan substansi dalam pendidikan tersebut. Sudah jelas bagi kita bahwa pendidikan yang murah masih sulit didapatkan bagi masyarakat yang dalam taraf  kesejahteraan yang masih “sulit”. Yang kedua adalah materi pendidikan yang belum memenuhi kebutuhan dunia global. Selain belum sesuai dengan kebutuhan globalisasi juga belum siap menghadapi globalisasi. Pada dasarnya materi atau kurikulum yang masih sering berubah-ubah di tiap jenjang pendidikan menyebabkan tidak stabilnya sistem pendidikan
Permasalahannya kurikulum belum sempat dilaksanakan secara menyeluruh di seluruh Indonesia namun sudah dirubah ke kurikulum yang baru. Belum lagi isi materi yang diajarkan berbeda-beda tiap daerah. Sehinga memunculkan ketidak merataan pendidikan bukan hanya dari segi akses namun juga dari segi pemerataan kurikulum. Ada satu lagi yang cukup menjadi perhatian saat ini adalah materi pendidikan kewarganegaraan khususnya Pancasila, muncul sebuah fenomena yang umum yaitu Pancasila yanga hanya menjadi materi hafalan saja di kalangan para pelajar
Belum lama ini Dirjen Dikti mengeluarkan Keputusan No. 356/Dikti/ Kep/1995 tentang Kurikulum Inti Mata Kuliah Umum Pendidikan Pancasila pada Perguruan Tinggi di Indonesia. Terhadap Keputusan Dirjen Dikti itu, beberapa perguruan tinggi mempertanyakan kedudukan Matakuliah Filsafat Pancasila yang tidak lagi bersifat wajib bagi setiap program studi. Ada perguruan tinggi dengan cepat menyatakan bahwa mata kuliah tersebut tidak perlu dicantumkan dalamkurikulum, karena tidak ada ketentuan yang mewajibkannya. Namun ternyata ada juga beberapa perguruan tinggi yang masih menyelenggarakan perkuliahan Filsafat Pancasila
Hal yang cukup memprihatinkan bahwa di kalangan mahasiswa pengetahuan tentang Pancasila sedemikian terbatas mulai dari segi akses tentang pendidikan Pancasila namun juga pemahaman secara mendalam tentang nilai-nilai pancasila yang sesuai dengan kapsitas seorang mahasiswa. Dari sini muncul persoalan lagi dimana nila-nilai dan esensi dari Pancasila telah dipolitisr untuk kepentingan pihak tertentu dengan memanfaatkan sifat idealis mahasiswa yang ditunjang dengan terbatasnya pengetahuan mereka tentang nilai-nilai Pancasila. Inilah yang menyebabkan banyak aksi protes yang menggunakan Pancasila sebagai landasan atau sebagai alasan. Sehingga peran mahasiswa yang seharusnya bisa menjadi problem solver  malah menambah permasalahan dengan aksi atau aktivitas yang berbau politik dan kepentingan dari pihak tertentu. Dari uraian diatas bisa diambil sebuah permasalahan yang berkaitan dengan urgensi pendidikan pancasila di perguruan tinggi yaitu seberapa jauh pentingnya pendidikan Pancasila bagi mahasiswa dilaksanakan di perguruan tinggi
1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan diajukan adalah sebagai berikut
Bagaimana urgensi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan diperguruan tinggi?
1.3  Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas Matakulia Pendidikan Pancasila Dan kewarganegaraan
2.      Untuk mengetahui urgensi pendidian Pencasila di perguruan tinggi


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Hakekat Pancasila
Pancasila berarti memahami makna Pancasila dan posisinya. Artinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa Pancasila mempunyai fungsi dan peranan tersendiri. Sudah jelas bahwa Pancasila adalah dasar negara, namun disamping itu Pancasila mempunyai fungsi sebagai pandangan hidup bangsa. Artinya bahwa pandangan hidup sebuah bangsa lahir dari kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya. Pandangan hidup merupakan masalah yang sangat asasi karena di dalamnya merupakan perwujudan dari watak dan cita-cita moral yang sudah sejak lama tumbuh dan berkembangg dalam kehidupan bangsa(Indonesia). Sehingga dikatakan bahwa Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa Indonesia karena merupakan bentuk konkrit dari nilai-nilai yang sudah turun-temurun dari nenek moyang dan kepribadian bangsa Indonesia. Selain itu Pancasila sebagai dasar Negara disahkan dalam pembukaan UUD 1945 yang berrati kedudukan pancasila yuridis-konstitusional yaitu bahwa Pancasila sebagai aturan dan norma tertinggi yang harus dan memaksa semua yang ada dalam wilayah kekuasaan hukum negara RI mematuhinya, mengembangkan dan melestarikannya. Dengan demikian kedudukan Pancasila sebagai dasar negara juga mempunyai makna bahwa Pancasila sebagai aturan tertinggi dimana semua aturan wajib dan harus sesuai dengan Pancasila termasuk perturan perundang-undangan
2.2  Urgensi Pendidikan Secara Umum
Dalam membahas tentang bagaimana pentingnya pendidikan bagi manusia maka urgensi pendidikan ditinjau dari beberapa aspek, sebagaimana yang terdapat dalam buku Dasar-Dasar Pendidikan  yang dikarang oleh Madyo Ekosusilo dan R.B. Kasihadi yaitu ditinjau dari aspek paedagogis, manusia dipandang sebagai makhluk “homo education” (makhluk yang harus dididik). Karena itu menurut aspek ini, pendidikan berfungsi untuk “memanusiakan manusia” . Artinya pendidikan merupakan salah satu hal yang membedakan antara manusia dengan hewan, manusia dapat dididik sedangkan pada hewan tidak dapat dididik melainkan hanya dapat di latih.  Ditinjau dari aspek psikhologis, manusia dipandang sebagai makhluk “psycho-physick netral’ yaitu makhluk yang memiliki kemandirian jasmaniah dan rohaniah. Dari aspek ini manusia memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara materil maupun non-materil, maka pendidikanlah menjadi faktor utama yang berperan dalam mengendalikan baik/buruk hidup manusia. Ditinjau dari aspek sosiologis dan kultural, manusia dipandang sebagai “homo socius” (makhluk sosial) yaitu makhluk yang memiliki kemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat. Kemampuan ini harus dikembangkan agar manusia mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat,  mampu bergaul dengan sesama anggota masyarakat sebagai suatu kesatuan hidupnya. Sebagai “homo cultural” (makhluk berbudaya), manusia memiliki kemampuan dasar untuk menciptakan sesuatu, dan sekaligus mempertahankannya. Karena itu untuk mempertahankannya, manusia perlu melakukan transformasi dan tranmisi kebudayaannya kepada generasi selanjutnya. Hal yang demikian hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Ditinjau dari aspek filosofis, manusia dipandang sebagai makhluk “homo safiens” (makhluk berbudi) yaitu mempunyai kemampuan dan berkecenderungan untuk selalu ingin tahu dan memperoleh pengetahuan tentang segala sesuatu di sekelilingnya. Dengan kecenderungan keingintahuan ini maka manusia selalu memperoleh sesuatu yang baru dan tentunya dalam hal ini yang dimaksud adalah pendidikan.
Pendidikan kewarganegaraan itu sendiri merupakan suatu mata pelajaran yang wajib dalam menjajaki dunia pendidikan, tidak hanya pendidikan dalam tingkat dasar saja, melainkan mata pelajaran yang digunakan dalam jenjang pendidikan tingkat smp dan sma juga. Tidak sampai disini saja, walaupun sudah tamatan sma, terkadang mata pelajaran tersebut berada di sekitar kita dan pasti menjadi kebutuhan setiap manusia. Saat di perguruan tinggi, akan mendapatkan mata pelajaran tersebut,
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan ini dianggap rendah oleh sebagaian siswa maupun mahasiswa karena mereka tau akan adanya dari kebobrokkan para pejabat pemerintah Negara Indonesia yang gemar dan terkenal akan korupsi kolusi dan nepotismenya (KKN). Dengan fakta ini menjadikan para sebagaian siswa tidak merasa bangga berwarganegara Indonesia dan pesimis akan masa depan bangsa ini. Mereka tidak terpikir akan bagaimana aturan menjadi seorang saintis yang baik di Indonesia dan faham akan hak-hak dan kewajiban warga negara Indonesia di bidang pendidikan dan kebebasan berpendapat.
Materi pendidikan kewarganegaraan mengajarkan siswa untuk mengenal aturan dasar kewarganegaraan dan hal ini khususnya terkait hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara. Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu media untuk mengajarkan kehidupan politik kepada siswa. Siswa dikenalkan sistem politik tanpa harus terlibat langsung dalam kegiatan politik praktis.
Pendidikan kewarganegaraan memberikan pengetahuan pada siswa tentang peraturan Negara yang mengikat agar para siswa bisa hidup dalam aturan hukum yang berlaku. Pendidikan kewarganegaraan merupakan sarana untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air pada setiap siswa. Oleh karena itu kita dapat mengetahui seberapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi siswa maupun mahasiswa di Indonesia. Bagaimanapun juga kita hidup di Negara Indonesia dan mau tidak mau harus mentaati aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Apabila kita sebagai siswa maupun mahasiswa ingin bangsa ini maju, maka harus ada komitmen untuk mentaati segala aturan yang berlaku di Indonesia, dan untuk dapat mentaatinya, maka kita harus mengetahui segala aturan tersebut. Dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dimulai dari Sd-Sma maupun kuliah inilah kita dapat mengetahui dan memahami segala aturan, hak dan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia.
Dalam pengaturan kehidupan bernegara ini dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.
Fungsi dan kedudukan Pancasila dalam Negara dan bangsa Indonesia adalah:
1.      Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia
Bahwa setiap Bangsa mempunyai jiwanya masing-masing yang disebut  jiwa rakyat / jiwa Bangsa. Jiwa Bangsa Indonesia mempunyai arti statis (tetap tidak berubah) dan mempunyai arti dinamis (bergerak), jiwa ini diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku.
2.      Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yaitu keseluruhan ciri-ciri khas bagsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
3.      Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia
Dengan adanya pandangan hidup, suatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi.
4.      Pancasila adalah falsafah hidup bangsa Indonesia
Falsafah yaitu mencintai kebenaran. Dengan demikian, Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia mempunyai arti bahwa, Pancasila oleh bangsa Indonesia diyakini benar-benar memiliki keyakinan. Falsafah berarti pula pandangan hidup, sikap hidup, pegangan hidup, atau tuntunan hidup. Pancasila juga merupakan hasil proses berpikir yang menyeluruh dan mendalam mengenai hakikat diri bangsa Indonesia.
5.      Pancasila sebagai ideologi Negara
Merupakan tujuan bersama Bangsa Indonesia yang diimplementasikan dalam Pembangunan Nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan RI yang merdeka.
6.      Pancasila adalah perjanjian luhur rakyat Indonesia
Ketika negara-bangsa tersusun, telah ada berbarengan dengan eksistensi negara itu suatu perjanjian bersama atau “Kontrak sosial”, sebagai kebulatan pikiran atau cita-cita dalam mendirikan Negara-bangsa tersebut.
7.      Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia
Sebagai dasar negara diperoleh dari alenia keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang melandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
8.      Pancasila sebagai Sumber Hukum Nasional
Yaitu muncul pasca reformasi melalui Tap MPR No. III / 2000, yang kemudian diubah dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dengan adanya Fungsi dalam Negara dan bangsa Indonesia tersebut, kita dapat tau akan betapa pentingnya mempelajari kewarganegaraan. Pancasila sebagai dasar Negara dapat melandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia untuk kedepannya. Jadi tidak ada alasan lagi dalam menghindari mata pelajaran tersebut karena betapa pentingnya kewarganegaraan terhadap hidup kita.

















BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga keluaran peserta didik memiliki semangat juang yang tinggi dan kesadaran bela negara sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya NKRI.
Perguruan Tinggi perlu mendapatkan Pendidikan Kewarganegaraan karena Perguruan Tinggi sebagai institusi ilmiah bertugas secara terus menerus mengembangkan ilmu pengetahuan dan Perguruan Tinggi sebagai instrumen nasional bertugas sebagai pencetak kader-kader pemimpin bangsa.
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi diberikan pemahaman filosofi secara ilmiah meliputi pokok-pokok bahasan, yaitu : Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik dan Strategi Nasional. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting bagi mahasiswa. Dari uraian diatas, juga dapat di kemukakan bahwa pendidikan kewarganegaran mempunyai manfaat sebagai berikut :
a.       Membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.
b.      Sebagai bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitas dirinya.
c.       Dapat memberikan kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
d.      Untuk memahami, menghayati serta melakukan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila.
3.2  Saran
Dalam penyelesaian makalah ini masih banyak kesulitan yang dialami penulis maka pada kesempatan ini penulis meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun demi menyempurnakan makalah ini dan untuk menulis makalah selanjutnya . 


DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Erlangga, 2005.










KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa, karena berkat rahmatnya dan bimbingannya penulis mampu memyelesaikan makalah yang berjudul  “ URGENSI PPK DI PERGURUAN TINGGI“  Sebagai Tugas Mata kulia PENDIDIKAN PANCASILA.  Tak lupa pula penulis mengucapkan terimah kasih kepada Drs Ali Badar M.Pd, yang telah membimbing kami mengenai berbagai macam Urgensi pendidikan  yang berguna bagi penulis dan rekan-rekan mahasiswa yang mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik sehingga dengan konsep tersebut penulis mampu menyesuaikan makalah ini sebagai aplikasi yang telah diterimah dalam mengikuti mata kuliah  PENDIDIKAN PACASILA
Penulis berharap dengan adanya makalah ini semoga dapat mengetahui , memahami, berbagai macam mikroorganisme yang ada pada makanan.  semoga makalah yang jauh dari sempurnah ini memberikan warna bagi penulis untuk lebih memahami pentingnya mikrobiologi yang membuat banyak orang tahu penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme.